Kabantara Grup Lahir di Tengah Perubahan Arah Kebijakan Tambang Indonesia

Senin, 22 Desember 2025 | 06:39 WIB Last Updated 2025-12-21T23:40:07Z

 


SURABAYA. JBNIndinesia — Pemerintah Indonesia tercatat telah mencabut lebih dari 8.000 izin usaha pertambangan sepanjang periode 2016 hingga 2022. Pencabutan tersebut mencakup seluruh jenis usaha tambang, mulai dari Galian A, Galian B, hingga Galian C, sebagai bagian dari upaya penataan sektor pertambangan nasional.

Langkah pengetatan izin ini semakin terasa sejak Desember 2020, ketika pemerintah pusat mengambil alih sepenuhnya kewenangan penerbitan Izin Usaha Pertambangan (IUP). Meski tidak selalu diumumkan secara formal, kebijakan tersebut berjalan seiring dengan praktik moratorium penerbitan izin baru di berbagai daerah.

Namun, arah kebijakan pertambangan nasional kembali mengalami perubahan pada Oktober 2025. Pemerintah menerbitkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2025 tentang Mineral dan Batubara (UU Minerba), yang dinilai membuka kembali ruang investasi dengan mekanisme perizinan yang lebih terstruktur.

Salah satu pengusaha yang menyambut positif regulasi baru ini adalah pengusaha nasional asal Situbondo, Jawa Timur, HRM Khalilur R. Abdullah Sahlawiy. Pria yang akrab disapa Gus Lilur itu menilai UU Minerba terbaru memberikan kejelasan teknis, khususnya terkait pembagian kewenangan perizinan.

“Dalam UU Minerba No. 2 Tahun 2025 sudah diatur secara jelas petunjuk pelaksanaan dan teknis penerbitan konsesi tambang Galian A dan B, sementara Galian C menjadi kewenangan pemerintah provinsi,” kata Gus Lilur, Senin (22/12/2025).

Menurutnya, kehadiran regulasi baru ini menandai berakhirnya masa stagnasi perizinan tambang yang sempat berlangsung beberapa tahun terakhir. Ia mengaku baru sepenuhnya menyadari bahwa dengan terbitnya UU Minerba 2025, pengajuan izin tambang kembali terbuka.

Di tengah perubahan kebijakan tersebut, Gus Lilur mengungkapkan telah dilamar dua pihak untuk terlibat dalam kepemilikan konsesi tambang batubara dan bauksit. Konsesi batubara berada di Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara, sementara bauksit tersebar di Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah.

Ia menyebut, untuk sektor batubara, dirinya relatif tidak mengalami kendala berarti. “Saya sudah memiliki ratusan perusahaan batubara yang bernaung di beberapa induk usaha, salah satunya Batara Grup. Jadi tidak perlu membentuk struktur baru,” ujarnya.

Tantangan justru muncul ketika ia mulai masuk ke sektor bauksit. Menurut Gus Lilur, keterlibatan di komoditas ini menuntut pembentukan induk perusahaan baru beserta puluhan anak usaha. Namun, situasi tersebut dinilai lebih ringan karena mitra yang mengajaknya bermitra juga merupakan pemilik smelter bauksit, termasuk yang tengah membangun fasilitas pengolahan baru.

“Dengan begitu, saya tidak perlu mencari pasar atau menyiapkan hilirisasi dari awal. Fokusnya adalah penguasaan tambang,” katanya.
Gus Lilur kemudian memperkenalkan induk usaha baru di sektor bauksit bernama Kaisar Bauksit Nusantara Grup, disingkat Kabantara Grup. Ia berharap kehadiran grup usaha tersebut tidak hanya berorientasi bisnis, tetapi juga memberi manfaat yang lebih luas.

“Semoga Kabantara Grup bisa berfaedah bagi kemanusiaan di dunia,” tuturnya.

Terbitnya UU Minerba No. 2 Tahun 2025 sendiri dipandang sebagai upaya pemerintah menyeimbangkan antara pengendalian sumber daya alam dan penciptaan iklim investasi yang lebih pasti, setelah periode panjang pengetatan izin di sektor pertambangan.

Dapatkan Berita Terupdate dari JBN Indonesia
Hak Jawab dan Hak Koreksi melalui email: jbnredaksi@gmail.com
- Pihak yang merasa dirugikan atas pemberitaan ini dapat mengajukan sanggahan/hak jawab.
- Masyarakat pembaca dapat mengajukan koreksi terhadap pemberitaan yang keliru.

Follow Instagram @jbnindonesia dan Fanspage JBN Indonesia
iklan
Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Kabantara Grup Lahir di Tengah Perubahan Arah Kebijakan Tambang Indonesia

Trending Now