Kasus Kakek Masir Pencuri Burung Cendet Advokat Nilai Jaksa Masih Punya Opsi Cabut Tuntutan

Selasa, 16 Desember 2025 | 19:01 WIB Last Updated 2025-12-16T12:03:22Z

 

Pengacara muda Fras Gandhi Hidayatulloh, SH., MH ungkap sisi lain kasusnhukum kakek Masir 

SITUBONDO, JBN Indonesia – Kasus hukum yang menjerat Masir (71), seorang kakek yang didakwa mencuri burung cendet di kawasan konservasi Taman Nasional Baluran, terus menuai perhatian publik. Tuntutan dua tahun penjara yang dibacakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Situbondo memicu beragam reaksi dari masyarakat, praktisi hukum, hingga lembaga swadaya masyarakat.


Pengacara muda Situbondo, Fras Gandhi Hidayatulloh, SH., MH, menilai perkara tersebut tidak hanya perlu dilihat dari aspek normatif penegakan hukum, tetapi juga dari sudut pandang keadilan dan kemanusiaan.

Menurut Fras Gandhi, secara hukum jaksa masih memiliki ruang untuk mengambil langkah lain sebelum majelis hakim menjatuhkan putusan.
“Ini bukan soal menuntut jaksa mencabut tuntutan. Namun secara hukum, jaksa masih memiliki opsi untuk menarik atau mencabut tuntutannya, yang dapat disampaikan pada agenda pembacaan replik,” ujar Fras Gandhi saat dimintai tanggapan, Selasa (16/12).

Tuntutan terhadap Masir sendiri didasarkan pada dugaan pelanggaran Pasal 40B ayat (2) huruf b juncto Pasal 33 ayat (2) huruf g Undang-Undang RI Nomor 32 Tahun 2024, perubahan atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistem.

Pasca pembacaan tuntutan, gelombang respons publik muncul. Sejumlah kalangan menilai hukuman dua tahun penjara terhadap terdakwa lanjut usia dengan nilai barang bukti yang relatif kecil tidak sejalan dengan rasa keadilan masyarakat. Di Situbondo, sejumlah advokat yang tergabung dalam Lembaga Bantuan Hukum (LBH) bahkan menyampaikan pandangan hukum melalui mekanisme amicus curiae kepada Pengadilan Negeri Situbondo.

Fras Gandhi yang juga Managing Partner Dirandra Law Office menjelaskan, dalam sistem hukum pidana Indonesia dikenal asas oportunitas, yakni kewenangan yang memungkinkan perkara dikesampingkan demi kepentingan umum.

“Asas oportunitas merupakan prinsip yang sah dan diakui dalam sistem hukum kita. Penegakan hukum seharusnya tidak hanya berorientasi pada penghukuman, tetapi juga mempertimbangkan kemanfaatan dan dampak sosial yang lebih luas,” jelasnya.

Ia mencontohkan perkara Valencya alias Nengsy Lim di Pengadilan Negeri Karawang pada 2021. Dalam kasus tersebut, Jaksa Penuntut Umum mencabut tuntutan pidana pada tahap replik setelah mempertimbangkan kepentingan umum.

Menurut Fras Gandhi, langkah serupa apabila ditempuh sesuai kewenangan dan prosedur dapat menjadi sinyal bahwa hukum tetap berjalan dengan menjunjung tinggi nilai keadilan substantif.

“Jika mekanisme hukum itu digunakan secara tepat, kepercayaan publik terhadap penegakan hukum dapat terjaga, sekaligus menunjukkan bahwa hukum juga berpihak pada nilai kemanusiaan,” kata dia.

Hingga kini, perkara Kakek Masir masih menunggu putusan majelis hakim Pengadilan Negeri Situbondo.




Dapatkan Berita Terupdate dari JBN Indonesia
Hak Jawab dan Hak Koreksi melalui email: jbnredaksi@gmail.com
- Pihak yang merasa dirugikan atas pemberitaan ini dapat mengajukan sanggahan/hak jawab.
- Masyarakat pembaca dapat mengajukan koreksi terhadap pemberitaan yang keliru.

Follow Instagram @jbnindonesia dan Fanspage JBN Indonesia
iklan
Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Kasus Kakek Masir Pencuri Burung Cendet Advokat Nilai Jaksa Masih Punya Opsi Cabut Tuntutan

Trending Now