Stereotype

Minggu, 18 Oktober 2020 | 22:48 WIB Last Updated 2022-02-07T06:44:26Z


Oleh: Yaya Surya Novera


Stereotype atau stereotip tanpa kita sadari perilaku ini sangat sering kita temui di sekeliling kita. Bukan hanya di Indonesia, bahkan di seluruh negara di dunia perilaku ini tidak dapat dihindari. Lantas apa sih sebetulnya stereotype ini?


Menurut A. Samovar & E. Porter (dalam Mulyana, 2000:218) stereotip adalah persepsi atau kepercayaan yang dianaut mengenai kelompok atau individu berdasarkan pendapat dan sikap yang lebih dulu terbentuk. Keyakinan ini menimbulkan penilaian yang cenderung negatif bahkan merendahkan orang lain. Ada kecenderungan memberikan label tertentu pada kelompok tertentu dan termasuk problem yang perlu diatasi adalah stereotipe negatif atau merendahkan kelompok lain.


Setelah munculnya stereotip maka akan munculah prejudice/prasangka yang merupakan sikap negatif yang tidak dapat dibenarkan terhadap anggota kelompok tersebut. Prasangka dapat berupa perasaan tidak suka, marah, jijik, tidak nyaman dan bahkan kebencian. Setelah munculnya stereotip dan prasangka akhirnya dapat muncul diskriminasi yang merupakan perilaku negatif yang tidak dibenarkan pula untuk anggota kelompok tersebut (Stangor, 2011).


Penulis merasa tertarik menuliskan hal ini karena stereotip seringkali terjadi di lingkungan sekitar. Pada tulisan ini penulis hanya fokus pada sterotip saja dengan contoh yang sederhana.


Di Indonesia sering terjadi fenomena dimana budaya, ras, suku, agama menjadi perdebatan sehingga prilaku stereotip ini menjadi hal yang biasa. Yang menyebabkan keberadaan individu dalam suatu kelompok dipilah seolah diberi sekat. Diskriminasi terjadi dimana–mana yang sangat berdampak pada korban stereotip itu sendiri.


Beberapa contoh stereotip terkenal berkenaan dengan asal etnik adalah stereotip yang melekat pada etnis Batak yaitu keras kepala dan maunya menang sendiri. Karena adanya stereotip ini akhirnya ketika kita bertemu dengan orang Batak munculah prasangka-prasangka sehingga perilaku kita pun menyesuaikan dengan stereotip tersebut padahal belum tentu orang Batak yang kita temui adalah orang yang kerasa kepala dan maunya menang sendiri. Bahayanya adalah ketika kita ikut berperilaku sesuai dengan stereotip yang sudah melekat ini.


Contoh selanjutnya adalah stereotip yang melekat pada suku Ambon dan Manado. Banyak orang beranggapan bahwa orang Ambon dan Manado memiliki sifat yang keras dan mudah terpancing emosinya sehingga sering memunculkan perdebatan. Mereka yang berada di lingkungan ini berusaha untuk tidak bergaul dengan orang Ambon dan Manado karena tidak mau ambil pusing takut jika mempunyai masalah.  Padahal tidak semuanya orang Ambon dan Manado yang memiliki sifat keras seperti anggapan mereka. Meskipun mungkin sebagian besar iya, sangatlah berbahaya jika anggapan kita dapat membuat suku ini terkucilkan.


Kemudian stereotip etnis Cina adalah pelit dan pekerja keras. Stereotip positif dari orang Cina adalah pekerja keras. Namun, stereotip negatifnya adalah pelit, meskipun ada stereotip tersebut faktanya belum tentu semua orang Cina pelit dan pekerja keras. Karena adanya stereotip tersebut tidak tepat jika kita berprasangka dan berperilaku sesuai dengan stereotip tersebut. Melalui stereotip kita bertindak menurut apa yang sekiranya sesuai terhadap kelompok lain.


Berdasarkan contoh sederhana di atas stereotype merupakan generalisasi dari kelompok kepada orang-orang di dalam kelompok. Pemberian sifat tertentu terhadap sesorang berdasarkan kategori yang bersifat subjektif hanya karena dia berasal dari kelompok lain. Stereotype didasarkan pada penafsiran yang kita hasilkan atas dasar cara pandang dan latar belakang budaya.


Demikianlah penjelasan singkat dari penulis mengenai stereotip dalam kehidupan masyarakat. Semoga dengan ulasan ini membuat kita lebih menyadari bahwa setiap individu terlahir dengan keunikan tersendiri sehingga tidak perlu disamakan dengan individu yang lain apalagi kelompok. Menumbuhkan rasa saling menghargai terhadap perbedaan pada suatu kelompok. Serta memberikan wawasan dan menambah pengetahuan bagi segenap pembaca sekalian, terima kasih.


(Penulis merupakan staf di Kampus Lamaddukelleng Sengkang, Kabupaten Wajo, Provinsi Sulawesi Selatan)


Daftar pustaka

Mulyana, Deddy. 2000. Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar. Bandung: Remaja Rosda Karya.

Stangor, C. 2011. Social Psychology Principles. Volume 1. Flat World Knowledge.

Dapatkan Berita Terupdate dari JBN Indonesia
Hak Jawab dan Hak Koreksi melalui email: jbnredaksi@gmail.com
- Pihak yang merasa dirugikan atas pemberitaan ini dapat mengajukan sanggahan/hak jawab.
- Masyarakat pembaca dapat mengajukan koreksi terhadap pemberitaan yang keliru.

Follow Instagram @jbnindonesia dan Fanspage JBN Indonesia
iklan
Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Stereotype

Trending Now