BUMD Pringsewu: Rp 5 Miliar Buat Apa? Tim Sukses Senyum, Rakyat Dapat Recehan!

Minggu, 22 Juni 2025 | 18:37 WIB Last Updated 2025-06-22T11:43:17Z



Pringsewu, Lampung  Jbn.indonesia.com - Saat warga menanti BUMD jadi mesin pertumbuhan ekonomi lokal, yang terjadi malah sebaliknya: lembaga ini menjelma jadi gudang parkir balas budi politik. Tak ada kinerja, tak ada transparansi, tapi selalu ada orang dalam yang duduk nyaman.


Bukti? Lihat saja data yang diungkap ABe Alatas. Modal disetor daerah untuk BUMD Pringsewu mencapai Rp 5 miliar, tapi dividen yang dihasilkan cuma Rp 22 juta. Ini bukan salah ketik. Dua puluh dua juta rupiah.


Bandingkan angka itu dengan modal awal, maka kita dapat potret menyedihkan dari bagaimana dana publik dipakai seenaknya tanpa tanggung jawab hasil.


Direksi & Komisaris: Hasil Seleksi atau Titipan Elit?


ABe, dalam unggahan tegasnya, tak sekadar bicara. Ia membongkar borok sistemik: proses seleksi Direksi dan Komisaris hanya formalitas. Ketika pengumuman dibuka, para “pengantin”alias orang titipan sudah disiapkan.


Sisa pendaftar? Hanya tempelan agar terkesan prosedural. Lucunya, ini semua sudah menjadi rahasia umum, tapi dibiarkan terus berulang seperti lelucon tanpa penonton.


Kalau BUMD dikelola secara profesional, dengan target kerja jelas dan audit kinerja ketat, mustahil hasilnya sebegitu menyedihkannya. Tapi kenyataannya, BUMD lebih mirip klub eksklusif untuk loyalis politik, bukan korporasi daerah yang sehat.


Solusi ABe: Kembalikan Uang Kalau Gagal. Berani?


Salah satu tawaran paling masuk akal (dan paling menohok) dari ABe adalah ini: setiap pejabat BUMD harus teken kontrak. Jika gagal memberikan hasil sesuai target, mereka harus mengembalikan uang modal negara.


Bukan ide revolusioner. Tapi ini yang paling ditakuti para penikmat fasilitas. Karena selama ini, kegagalan tidak ada konsekuensinya. Bahkan yang gagal pun tetap duduk, tetap rapat, tetap digaji.


Pertanyaannya: sampai kapan masyarakat mau dikerjai oleh sistem yang sama?


Komentar Publik: Rakyat Sudah Cerdas, Tapi Elit Masih Berlagak Bodoh


Respon warga atas unggahan ABe menunjukkan bahwa publik tidak sebodoh yang dibayangkan elit. Komentar netizen membuktikan bahwa akal sehat masih hidup, walau sering dipaksa diam.


Saeti Aldrin menulis, “Struktural diganti semua KLO TDK mampu.” Tegas. Gak bisa kerja? Silakan angkat kaki.


Junaedi Junaedi: “Loslah ra melu2 sadar diri gak masuk kriteria.” Komentar ini lebih tajam dari pisau menyentil banyak yang duduk tanpa bekal kemampuan.


Hertanto Andanawarih: “Gedor terus jangan sampai kendor 🔥🔥.” Seruan moral agar masyarakat tak berhenti bersuara.


Agus Ahong S: “Yahhh... bukan rahasia kale, kalau semua sudah menjadi permainan, percuma dong..!” Sindiran telak bahwa yang di luar sistem hanya bisa menonton.


Hurairi Ung mencoba menyelipkan keseimbangan: “Yang punya skill juga di bidangnya.” Tapi fakta berkata lain: yang punya skill sering tersingkir, karena tak punya akses ke ruang rapat.


Iko Purwanto menuliskan sinisme yang familiar: “Semakin aja mesra aja, mencium BUMN,??” Kedekatan yang terlalu dekat hingga mengaburkan batas profesionalisme.


Lehen Rakyat: “Coba apa tanggapan Elsa Sari.” Mendorong tokoh publik lain buka suara. Sayangnya, terlalu banyak tokoh yang lebih memilih diam saat kenyamanan mereka terusik.


Mansur Jay dengan satire keras: “Mantap analisismu.... Melu daftar koyone cocok deh...” Ketika warga merasa mereka pun bisa memimpin lebih baik, itu sinyal darurat sistem.


Pringsewu Tak Boleh Jadi Laboratorium Gagal Lagi


Pertanyaan ABe mengunci semuanya: “Bagaimana dengan Kabupaten Pringsewu? Kita tunggu siapa yang akan mengelolanya...”


Kita semua tahu jawabannya. Kalau sistem ini dibiarkan, maka BUMD bukan tempat kerja, tapi tempat main-main. Bukan tempat mencetak pendapatan, tapi tempat menyedot APBD.


Dividen cuma Rp 22 juta, itu pun entah bagaimana rinciannya. Sementara yang menikmati fasilitas, rapat, kendaraan, dan jabatan tetap duduk tenang.


Catatan Jbn.indonesia.com: Ini Bukan Sindiran, Ini Alarm Publik


Kalau Anda tim sukses dan tersinggung, mungkin karena sedang merasa disebut. Ini bukan fitnah. Ini realita. Dan jika Anda tidak bagian dari masalah, seharusnya Anda marah juga.


Jika Anda warga Pringsewu, sekarang waktunya bertanya:


Siapa yang duduk di kursi strategis?


Siapa yang menikmati gaji dari uang Anda?


Siapa yang bertanggung jawab atas dividen receh dan laporan kinerja absurd?


Jawabannya bukan pejabat. Jawabannya Anda. Karena yang bayar adalah rakyat. Yang rugi adalah rakyat. Dan yang terus diam juga rakyat.


Selesai. Pringsewu bukan panggung boneka. Dan BUMD bukan ladang bagi yang hanya bisa duduk tanpa hasil.


Penulis : Davit Segara


Dapatkan Berita Terupdate dari JBN Indonesia
Hak Jawab dan Hak Koreksi melalui email: jbnredaksi@gmail.com
- Pihak yang merasa dirugikan atas pemberitaan ini dapat mengajukan sanggahan/hak jawab.
- Masyarakat pembaca dapat mengajukan koreksi terhadap pemberitaan yang keliru.

Follow Instagram @jbnindonesia dan Fanspage JBN Indonesia
iklan
Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • BUMD Pringsewu: Rp 5 Miliar Buat Apa? Tim Sukses Senyum, Rakyat Dapat Recehan!

Trending Now