Pola Rekrutmen Pengurus BUMD Pringsewu Disorot: ABe Alatas Nilai Prosedural tapi Penuh Titipan

Minggu, 22 Juni 2025 | 22:37 WIB Last Updated 2025-06-22T15:37:18Z
( Gambar Ilustrasi Jbnindonesia.com )

Pringsewu, jbnindonesia.com — Kritik terhadap performa Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Kabupaten Pringsewu kian tajam, tidak hanya dari sisi keuangan, tetapi juga dalam aspek fundamental: tata kelola sumber daya manusia. Pengamat kebijakan publik ABe Alatas menilai proses rekrutmen direksi dan komisaris BUMD Pringsewu selama ini hanya berwajah prosedural, namun sesungguhnya sarat dengan kepentingan non-institusional.


Kritik ini mencuat usai viralnya unggahan ABe di media sosial, yang mengungkap bahwa BUMD PT Pringsewu Jaya Sejahtera hanya mampu menghasilkan pendapatan Rp 22 juta sepanjang 2024, sementara beban operasional mencapai Rp 627 juta. Namun menurut ABe, akar persoalan bukan semata soal angka, melainkan tata kelola yang cacat secara struktural.


“Masalahnya bukan cuma rugi, tapi proses dari awal sudah tidak sehat. Yang daftar memang banyak, tapi yang sudah disiapkan dari awal juga ada. Jadi masyarakat yang punya kompetensi malah enggan ikut karena sudah pesimis duluan,” kata ABe saat dikonfirmasi jbnindonesia.com, Minggu (22/6).


Dekonstruksi Meritokrasi: Formalitas yang Diperjualbelikan?


Dalam konstruksi kelembagaan modern, sistem meritokrasi menjadi fondasi bagi pembentukan manajemen yang akuntabel. Namun, apa yang terjadi dalam rekrutmen pengelola BUMD justru memperlihatkan distorsi pada asas tersebut. Proses seleksi yang seharusnya berbasis uji kelayakan dan kepatutan (UKK) justru kerap dimanipulasi untuk mengakomodasi loyalitas politik atau kepentingan timbal balik pasca-kontestasi elektoral.


“UKK itu mestinya serius. Mulai dari pemberkasan sampai presentasi rencana usaha dan pemahaman soal PAD. Kalau tim seleksinya independen, itu bisa jadi filter. Tapi kalau tetap ada intervensi, ya percuma,” tambah ABe.


Ia mengusulkan agar perekrutan tidak sekadar diumumkan formal ke publik, tetapi dijalankan dengan transparansi, akuntabilitas administratif, dan tanpa ruang intervensi dari pemangku jabatan politis.


Pentingnya Desain Kelembagaan yang Bebas Konflik Kepentingan


Dalam konteks tata kelola korporasi sektor publik, rekrutmen pengurus merupakan titik krusial yang menentukan performa institusi. Ketika struktur organisasi dibentuk tidak melalui mekanisme kompetitif yang objektif, maka akan lahir kegagalan sejak hulu. Implikasi langsungnya ialah ketidakmampuan BUMD dalam menghasilkan output fiskal yang sepadan dengan investasi publik yang ditanamkan.


ABe menyebut bahwa BUMD tidak boleh menjadi kendaraan transaksional untuk membalas dukungan politik.


“Selama BUMD dijadikan tempat balas jasa, ya tidak akan sehat. Akhirnya yang duduk bukan orang yang siap kerja, tapi orang yang siap dekat-dekat kekuasaan.”


Solusi: Fakta Integritas dan Kontrak Kinerja


Sebagai langkah perbaikan, ABe mendorong agar setiap pengurus BUMD diwajibkan menandatangani MoU atau fakta integritas, yang mencakup tanggung jawab atas capaian kinerja dan potensi kerugian keuangan.


“Kalau gagal, harus ada pertanggungjawaban. Bukan malah tetap duduk nyaman, rapat terus, tapi nggak ada hasil. Ini uang rakyat. Harus ada jaminan bahwa jabatan itu bukan hadiah,” tegasnya.


Kepala Daerah Diminta Tegakkan Prinsip Tata Kelola


ABe juga menegaskan pentingnya peran kepala daerah dalam memastikan seluruh proses rekrutmen berjalan sesuai prinsip good corporate governance (GCG). Dalam hal ini, kepala daerah tidak cukup hanya memberi mandat administratif, melainkan harus bertanggung jawab atas kualitas dan akuntabilitas pengelolaan usaha daerah.


“Bupati harusnya jadi pengawas utama. Jangan lepas tangan. Kalau pengelolanya gagal, ya tanggung jawab juga ada di pemberi mandat,” katanya.


Kesimpulan: Reformasi Struktural adalah Keniscayaan


Fenomena yang terjadi di tubuh BUMD Pringsewu mencerminkan kegagalan desain struktural yang sistemik. Kinerja korporasi yang minim, beban operasional yang tinggi, dan rekrutmen yang sarat kepentingan adalah kombinasi disfungsional yang hanya bisa diatasi dengan reformasi menyeluruh—mulai dari sistem seleksi SDM hingga instrumen evaluasi keuangan.


Tanpa koreksi, BUMD akan terus menjadi entitas administratif tanpa kinerja ekonomi, hanya mengandalkan APBD tanpa kontribusi berarti. Dan pada akhirnya, publik lah yang harus menanggung biaya dari kegagalan tersebut.


Penulis : Davit Segara


Dapatkan Berita Terupdate dari JBN Indonesia
Hak Jawab dan Hak Koreksi melalui email: jbnredaksi@gmail.com
- Pihak yang merasa dirugikan atas pemberitaan ini dapat mengajukan sanggahan/hak jawab.
- Masyarakat pembaca dapat mengajukan koreksi terhadap pemberitaan yang keliru.

Follow Instagram @jbnindonesia dan Fanspage JBN Indonesia
iklan
Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Pola Rekrutmen Pengurus BUMD Pringsewu Disorot: ABe Alatas Nilai Prosedural tapi Penuh Titipan

Trending Now