JAKARTA, JBN Indonesia - Perusahaan multinasional asal Indonesia, Bandar Laut Dunia Grup (BALAD Grup), resmi menunda agenda kunjungan bisnis ke China yang semula dijadwalkan pada 3 Juli 2025 menjadi 24 Juli 2025. Keputusan ini diambil karena seluruh jajaran direksi perusahaan memprioritaskan penyelesaian perizinan budidaya lobster di luar negeri, tepatnya di Vietnam.
Saat ini, jajaran direksi BALAD Grup tengah berada di Hanoi, Vietnam, untuk menuntaskan proses administrasi dan legalitas budidaya lobster melalui Department of Fisheries (DOF) di bawah naungan Ministry of Agriculture and Environment (MAE) Vietnam. Langkah ini merupakan bagian dari strategi jangka panjang perusahaan dalam memperluas ekosistem bisnis perikanan terintegrasi berbasis regulasi terbaru dari pemerintah Indonesia.
Sebagaimana tertuang dalam Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 7 Tahun 2024, pemerintah Indonesia kini membuka dua jalur legal untuk budidaya lobster, yakni budidaya dalam negeri dan budidaya luar negeri. Namun, perusahaan yang ingin menjalankan budidaya di luar negeri wajib terlebih dahulu memiliki usaha budidaya aktif di dalam negeri.
Tak hanya itu, untuk bisa mengelola budidaya lobster dalam volume besar di luar negeri, entitas usaha juga dituntut memiliki kapasitas budidaya besar di dalam negeri.
Menjawab tantangan tersebut, Bandar Laut Dunia Grup tak tanggung-tanggung. Perusahaan memutuskan untuk mengembangkan area budidaya domestik secara masif, dari sebelumnya hanya di 4 teluk menjadi 16 teluk di Gugusan Teluk Kangean, Kabupaten Sumenep, Jawa Timur, dengan total luas pengelolaan mencapai 8.800 hektar.
“Ekspansi ini kami lakukan sebagai bentuk keseriusan dalam mendukung kebijakan pemerintah serta memperkuat posisi Indonesia di panggung industri perikanan global,” ungkap HRM. Khalilur R. Abdullah Sahlawiy, Founder dan Owner BALAD Grup, dalam keterangan resminya, Jumat (27/6).
Menurut manajemen, perizinan dari pihak otoritas Vietnam diperkirakan akan rampung pada minggu pertama Juli 2025. Setelah itu, perusahaan akan mengalihkan fokus penuh untuk pengajuan izin budidaya luar negeri ke Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya - Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia (Ditjen PB KKP RI).
“Begitu izin dari DOF MAE Vietnam selesai, kami akan segera melengkapi seluruh persyaratan administratif untuk pengajuan izin resmi ke pemerintah Indonesia,” tambahnya.
Penundaan kunjungan ke China berdampak pada dua agenda strategis BALAD Grup, yakni:
1. Survei Budidaya Teripang
Perusahaan berencana melakukan studi kelayakan dan survei langsung ke dua provinsi utama budidaya teripang di China, yaitu Provinsi Shandong (China Utara) dan Provinsi Fujian (China Selatan). Mitra usaha BALAD Grup di China sejatinya telah menyusun jadwal dan lokasi kegiatan, namun rencana tersebut ditangguhkan demi memastikan fokus tidak terpecah dari proses perizinan lobster yang bersifat strategis dan mendesak.
2. Survei Mesin Produksi Tambang
Selain di sektor perikanan, direksi BALAD Grup juga merupakan pengendali utama di dua entitas tambang besar: Sarana Nata Tambang Lestari Grup (SANTRI Grup) dan Bandar Indonesia Grup (BIG).
Kedua perusahaan tambang ini memiliki puluhan blok tambang pasir silika yang tersebar di berbagai provinsi di Indonesia, antara lain:
1.Jawa Timur
Bangka Belitung
Lampung
Kalimantan Tengah
Kedua entitas tengah mempersiapkan diri untuk menjadi pemasok utama pasir silika bagi dua perusahaan multinasional besar yang beroperasi di kawasan industri JIIPE Gresik, yakni Smelter Freeport dan Pabrik Kaca Xinyi.
Untuk mendukung hal itu, BIG dan SANTRI Grup telah menjalin komunikasi dengan sejumlah pabrikan mesin pengolahan pasir silika, timah, dan zirkon di China. Namun kunjungan ke pabrik-pabrik tersebut juga akan dijadwalkan ulang ke akhir Juli 2025.
Menurut HRM. Khalilur, keberhasilan pengembangan budidaya lobster di luar negeri sekaligus ekspansi besar-besaran di dalam negeri akan menjadi tonggak penting bagi Indonesia dalam menegaskan posisinya sebagai kiblat baru perikanan budidaya dunia.
“Kami ingin menjadikan Indonesia sebagai sentral budidaya laut dunia, bukan hanya karena potensi alamnya, tapi karena kepemimpinan dan kematangan industrinya,” tegas Khalilur.
Penundaan sementara ke China, menurutnya, adalah bagian dari konsolidasi prioritas jangka pendek demi keberhasilan strategis jangka panjang.
Hak Jawab dan Hak Koreksi melalui email: jbnredaksi@gmail.com
- Pihak yang merasa dirugikan atas pemberitaan ini dapat mengajukan sanggahan/hak jawab.
- Masyarakat pembaca dapat mengajukan koreksi terhadap pemberitaan yang keliru.
Follow Instagram @jbnindonesia dan Fanspage JBN Indonesia