JAKARTA, JBN Indonesia – Presiden Prabowo Joko Widodo pernah bilang, laut adalah masa depan Indonesia. Kini, di bawah komando Presiden Prabowo Subianto, masa depan itu sedang dirapikan. Per 1 Agustus 2025, Presiden RI resmi melarang total ekspor benih bening lobster (BBL) ke Vietnam, negara yang selama ini jadi “taman budidaya” hasil laut Indonesia.
Yang menarik, larangan ini bukan hanya bersifat administratif. Ini adalah perintah langsung dari Presiden, dan akan diatur lewat Peraturan Presiden (Perpres), bukan lagi di level kementerian. Artinya, arah industri lobster nasional kini berada langsung di bawah kendali Istana.
Keputusan ini disebut-sebut membuat “jantung industri gelap lobster” kolaps. Beberapa sumber bahkan menyebut, para pemain lama yang selama ini bermain di balik layar mengalami “stroke politik” karena jalur-jalur gelap yang selama ini dinikmati, dipangkas habis.
Tak hanya ekspor dihentikan, pemerintah juga membekukan peran BLU Situbondo dalam budidaya lobster luar negeri. Sebagai gantinya, akan dibentuk Satgas Budidaya Lobster, beranggotakan KPK, BPK, TNI, POLRI, Kejaksaan, hingga Kemenhan.
Tujuan besar dari langkah ini: memutus rantai mafia, menata ulang industri, dan memaksimalkan PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak) dari sektor ini.
Dalam skema baru, tarif PNBP per ekor BBL diturunkan dari Rp 3.000 menjadi Rp 2.000. Meski terlihat kecil, penghapusan biaya operasional BLU sebesar Rp 1.000/ekor membuat tarif ini lebih efisien dan langsung masuk ke kas negara lewat rekening khusus Kemenkeu.
Dihitung dengan kuota ekspor sebesar 1 miliar ekor per tahun, potensi PNBP dari sektor ini bisa mencapai Rp 2 triliun per tahun, langsung ke negara, bukan ke “kantong tengah” seperti di masa lalu.
Pemain yang kini disiapkan menjadi lokomotif industri adalah Bandar Laut Dunia Grup (BALAD Grup). Perusahaan ini telah mengantongi kuota ekspor budidaya lobster ke Vietnam sebanyak 1 miliar ekor per tahun, sekaligus berkomitmen membangun rantai suplai lokal dalam jumlah yang sama.
“Kalau gagal suplai, itu memalukan. Indonesia punya sumber daya, tinggal ditata dengan benar,” ujar HRM Khalilur R Abdullah Sahlawiy, Founder & Owner BALAD Grup. Senin (25/08).
BALAD menyebut akan mengandalkan 7 provinsi sebagai pusat suplai, dengan DIY, Jawa Barat, dan Jawa Timur sebagai zona utama.
Proses finalisasi Perpres dijadwalkan rampung akhir Agustus 2025. Jika tidak ada kendala, ekspor dan budidaya luar negeri akan kembali dibuka pada akhir September atau awal Oktober 2025.
Namun, kini dengan sistem yang jauh lebih terkontrol, transparan, dan disinergikan lintas kementerian mulai dari KKP, Kemenlu, hingga Kemenhan.
Langkah Presiden Prabowo ini dinilai sebagai sinyal kuat bahwa arus bisnis kelautan kini tidak bisa lagi “bermain di air keruh.” Negara hadir dengan kontrol penuh, namun tetap membuka ruang bagi swasta untuk bermitra secara legal dan profesional.
Khalilur mengajak para nelayan Nusantara yang tertarik untuk bermitra dengan Bandar Laut Dunia Grup (BALAD Grup) bisa langsung menghubungi nomerkontaknya secara langsung +84 39 632 4577.
Bagi investor dan pelaku usaha di sektor perikanan budidaya, sinyal ini bisa menjadi awal era baru, era budidaya berbasis kedaulatan, di mana laut bukan lagi sumber kebocoran, tetapi sumber pertumbuhan ekonomi.
Hak Jawab dan Hak Koreksi melalui email: jbnredaksi@gmail.com
- Pihak yang merasa dirugikan atas pemberitaan ini dapat mengajukan sanggahan/hak jawab.
- Masyarakat pembaca dapat mengajukan koreksi terhadap pemberitaan yang keliru.
Follow Instagram @jbnindonesia dan Fanspage JBN Indonesia