SURABAYA, JBNIndonesia.com – Gelombang keresahan masyarakat Situbondo makin menguat setelah mencuatnya dugaan praktik kongkalikong antara beberapa oknum anggota DPRD Situbondo periode 2019–2024 dan segelintir tokoh agama (kiai) terkait pengelolaan dana pokok-pokok pikiran (Pokir) dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Rabu (21/05).
Fenomena ini mencuat ke publik dengan istilah keras "KETAPATHONG" Keyae Tamancok, Kotempa, Calatthong, yang menggambarkan kemarahan masyarakat terhadap ulama yang seharusnya menjadi panutan moral dan spiritual, namun justru diduga terlibat dalam pusaran korupsi bersama para politisi.
Investigasi awal menunjukkan adanya alokasi dana miliaran rupiah dari APBD Situbondo untuk pembangunan sejumlah Pondok Pesantren yang katanya ditujukan demi peningkatan fasilitas pendidikan keagamaan. Namun faktanya, banyak dari bangunan yang disebutkan dalam proposal itu tidak pernah berdiri. Bahkan ada yang hanya dicat ulang bangunan lama, namun dicatat sebagai bangunan baru dalam laporan anggaran.
“Ghunna gedhung tak ada. Cuma e cat bangunan tua, tapi anggaranna miliaran,” ujar Pentolan aktivis antikorpsi asal Situbondo KP Edo Yudha Negara.
Masyarakat dibuat geram karena keterlibatan sejumlah oknum kiai yang selama ini dijadikan rujukan akhlak dan moral umat. Nama-nama mereka tidak disebut secara resmi, namun masyarakat mulai menyindir mereka dengan sebutan Keyae Tamancok, Keyae Kotempa, dan Keyae Calatthong, sebagai bentuk sindiran terhadap ulama yang dituding mencoreng nama baik institusi keagamaan demi keuntungan pribadi.
“Kiai seharusnya jadi pelita umat, bukan malah remang-remang karena tergiur dana pokir,” ungkapnya sebagai seorang tokoh anti korupsi Situbondo.
Desakan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk turun tangan mengusut kasus ini semakin kuat. Masyarakat tidak lagi percaya jika kasus ini hanya ditangani internal atau dibungkam melalui kompromi politik. Bahkan muncul gerakan warga yang mendesak:
"Keyae mara rea kodhu segera e pidana. Kodhu e penjara. Malle tak arorosak nyamana Keyae (Kiai yang demikian harus segera dipidana. Harus dipenjara. Jangan sampai rusak nama baik Kiai yang lain)," sambungnya
Aktivis, masyarakat, mahasiswa, dan tokoh muda kini bersatu membentuk barisan tekanan terhadap penegak hukum, agar tidak ragu menangkap oknum anggota dewan dan para pihak yang ikut menikmati anggaran fiktif tersebut.
Fenomena KETAPATHONG bukan sekadar skandal korupsi biasa. Ini menjadi peristiwa darurat moral. Ketika tokoh agama dan pejabat publik saling bersekongkol menilap dana rakyat, maka yang dipertaruhkan bukan hanya uang negara, tetapi juga kepercayaan publik terhadap agama dan demokrasi.
Hingga berita ini ditulis, belum ada pernyataan resmi dari DPRD Situbondo ataupun dari para tokoh agama yang diduga terlibat. sementara beberapa golongan masyarakat, mahasiswa, dan tokoh muda kini bersatu membentuk barisan tekanan terhadap penegak hukum, agar tidak ragu menangkap oknum anggota dewan dan para pihak yang ikut menikmati anggaran fiktif tersebut.
KETAPATHONG bukan hanya kritik, tetapi juga tamparan keras terhadap wajah kekuasaan lokal yang selama ini diam-diam menikam rakyat. Warga Situbondo kini tidak hanya menuntut keadilan, mereka juga menuntut pemulihan moral, agar ke depan, tokoh agama dan pejabat publik kembali menempatkan diri sebagai pelayan umat – bukan sebagai perampok anggaran.
“Jangan lagi ada Keyae Tamancok, Kotempa, Calatthong. Kembalikan kehormatan Kiai. Bersihkan DPRD. Bangkitkan Situbondo dengan akhlak dan integritas.” pungkasnya
Hak Jawab dan Hak Koreksi melalui email: jbnredaksi@gmail.com
- Pihak yang merasa dirugikan atas pemberitaan ini dapat mengajukan sanggahan/hak jawab.
- Masyarakat pembaca dapat mengajukan koreksi terhadap pemberitaan yang keliru.
Follow Instagram @jbnindonesia dan Fanspage JBN Indonesia