Nasim Khan Anggota DPR RI asal Dapil II Jatim
JAKARTA, JBN Indonesia — Anggota Komisi VI DPR RI Nasim Khan mendesak pemerintah agar segera menetapkan tembakau sebagai komoditas strategis penerima subsidi pupuk. Menurutnya, langkah ini mendesak dilakukan mengingat besarnya peran sektor tembakau dalam menopang perekonomian nasional, terutama di daerah-daerah agraris seperti Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Nusa Tenggara Barat.
“Selama ini petani tembakau berjuang sendiri di tengah tingginya biaya produksi, terutama harga pupuk. Padahal, sektor tembakau menjadi tulang punggung ekonomi masyarakat pedesaan dan penyumbang penerimaan negara yang sangat besar,” ujar Nasim Khan dalam keterangannya di Jakarta, Rabu (12/11/2025).
Nasim menjelaskan, sektor tembakau bukan sekadar komoditas pertanian biasa. Tahun 2025, pemerintah menargetkan penerimaan dari Cukai Hasil Tembakau (CHT) mencapai Rp 230,09 triliun. Hingga Mei 2025, realisasinya telah menembus Rp 87 triliun, atau sekitar 37,8 persen dari target, dengan tren pertumbuhan positif dibanding tahun sebelumnya.
“Kontribusinya luar biasa, tapi ironisnya petani tembakau tidak mendapat perlakuan setara dengan komoditas lain yang lebih kecil kontribusinya. Inilah yang harus dikoreksi,” kata Nasim.
Selain dari sisi penerimaan fiskal, tembakau juga menjadi penopang utama jutaan mata pencaharian. Data menunjukkan lebih dari 2,3 juta keluarga petani di berbagai daerah menggantungkan hidup dari tanaman ini, sementara rantai pasok industri rokok nasional menyerap sekitar 6 juta tenaga kerja.
“Efek bergandanya sangat besar, mulai dari petani, buruh tani, pengepul, industri rokok, hingga sektor distribusi. Tembakau menjaga ekonomi rakyat bawah tetap berputar,” tambah legislator asal Jawa Timur tersebut.
Produksi daun tembakau nasional tahun ini diperkirakan mencapai 240 ribu ton, dengan lebih dari separuhnya berasal dari Jawa Timur. Namun, Nasim mengingatkan bahwa produktivitas petani masih tertekan oleh biaya pupuk yang terus meningkat dan keterbatasan akses terhadap pupuk bersubsidi.
“Padahal, di Jawa Timur banyak petani tembakau yang hidupnya pas-pasan. Mereka seharusnya mendapat perhatian yang sama seperti petani padi, jagung, atau tebu. Jika pupuk bisa disubsidi untuk pangan, mengapa tidak untuk tembakau yang justru memberikan kontribusi besar pada negara?,” ujarnya.
Ia menilai, pemberian subsidi pupuk bagi petani tembakau bukanlah beban fiskal baru, melainkan bentuk keadilan ekonomi dan efisiensi fiskal.
Menurut Nasim, sebagian kecil dari penerimaan cukai hasil tembakau dapat dikembalikan kepada petani dalam bentuk subsidi pupuk dan program pemberdayaan.
“Negara menerima triliunan rupiah dari cukai tembakau setiap tahun. Sudah sepatutnya ada keberpihakan nyata bagi para petani yang menjadi tulang punggung sektor ini,” katanya.
Nasim Khan menegaskan, subsidi pupuk untuk tembakau seharusnya dipandang sebagai investasi balik dari penerimaan negara, bukan pengeluaran. Dengan harga pupuk yang lebih terjangkau, petani dapat menekan biaya produksi, meningkatkan kualitas daun, dan memastikan pasokan bahan baku industri rokok tetap stabil.
“Kalau petani kuat, industri rokok juga kuat, dan negara tetap mendapat cukai yang besar. Ini ekosistem yang saling menghidupi,” ujarnya.
Selain itu, langkah ini juga dinilai dapat menjaga stabilitas ekonomi daerah, terutama di wilayah yang menggantungkan sebagian besar pendapatannya dari komoditas tembakau. Jawa Timur, misalnya, menyumbang lebih dari 55 persen produksi tembakau nasional, dan menjadi pusat industri hasil tembakau terbesar di Indonesia.
Melalui Komisi VI DPR RI, Nasim Khan mendorong pemerintah agar mengambil langkah konkret, antara lain:
Menetapkan tembakau sebagai komoditas penerima subsidi pupuk nasional;
Mengintegrasikan kebijakan hulu-hilir antara Kementerian Pertanian, Kementerian Perindustrian, dan Kementerian Keuangan;
Memasukkan tembakau dalam program pemberdayaan petani rakyat (Pubers) tahun anggaran 2026.
“Kita butuh kebijakan yang terukur dan berkeadilan. Jangan sampai petani yang berjasa besar bagi pendapatan negara justru diperlakukan seperti anak tiri,” tegas Nasim.
Politisi PKB itu juga menolak anggapan bahwa perjuangannya hanya untuk industri rokok. Menurutnya, isu tembakau harus dipandang dari sisi ekonomi rakyat dan keadilan sosial.
“Jangan sempitkan persoalan ini hanya soal rokok. Ini soal hajat hidup jutaan orang. Kalau kita bicara kesejahteraan petani, ini adalah tanggung jawab negara,” ujarnya.
Ia juga menyoroti pentingnya sinergi lintas kementerian agar kebijakan sektor tembakau tidak tumpang tindih. Nasim berharap, pemerintah dapat menyeimbangkan antara kepentingan kesehatan dan keberlanjutan ekonomi petani.
“Kita tentu mendukung pengendalian konsumsi rokok, tapi jangan korbankan petani yang hidup dari tembakau. Pemerintah harus cerdas menempatkan kebijakan,” tuturnya.
Nasim Khan menutup keterangannya dengan optimisme. Ia yakin, jika kebijakan subsidi pupuk diterapkan dengan benar, produktivitas dan kesejahteraan petani tembakau akan meningkat signifikan.
“Petani tembakau itu tangguh, mereka tidak minta uang, hanya butuh keadilan dan kepastian. Kalau negara hadir lewat subsidi pupuk, saya yakin sektor ini akan kembali menjadi primadona dan menopang ekonomi nasional lebih kuat lagi,” tutup Nasim.
Hak Jawab dan Hak Koreksi melalui email: jbnredaksi@gmail.com
- Pihak yang merasa dirugikan atas pemberitaan ini dapat mengajukan sanggahan/hak jawab.
- Masyarakat pembaca dapat mengajukan koreksi terhadap pemberitaan yang keliru.
Follow Instagram @jbnindonesia dan Fanspage JBN Indonesia
