Jakarta, Jbn Indonesia – Langit Jakarta tampak mendung saat sekelompok warga dari Provinsi Lampung berdiri tegak di depan Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Rabu (11/6). Mereka datang bukan dengan tuntutan biasa. Di tangan mereka, tergenggam harapan akan tegaknya keadilan dan keberanian untuk menggugat kuasa modal.
Aksi ini digelar oleh tiga organisasi masyarakat sipil Lampung: Aliansi Komunitas Aksi Rakyat (Akar), Koalisi Rakyat Madani (Keramat), dan Pergerakan Masyarakat Analisis Kebijakan (Pematank). Mereka datang membawa dua isu besar yang menurut mereka sudah terlalu lama dibiarkan: dugaan kejahatan korporasi oleh Sugar Group Companies (SGC) dan dugaan korupsi dana Corporate Social Responsibility (CSR) Bank Indonesia.
Bawa Dokumen, Minta Petinggi SGC Jadi Tersangka
Di depan Gedung Kejaksaan Agung RI, massa aksi membentangkan spanduk, menyuarakan orasi, dan menyerahkan dokumen resmi pengaduan. Mereka menyebutkan sederet dugaan pelanggaran yang dilakukan SGC, mulai dari suap kepada pejabat Mahkamah Agung, penyerobotan lahan adat, manipulasi HGU, hingga pengemplangan pajak.
“Kami ingin Kejaksaan Agung segera menetapkan Purwanti Lee dan Gunawan Yusuf sebagai tersangka. Jangan tunggu bola panas ini meledak baru bergerak,” tegas Indra Musta'in, Ketua LSM Akar Lampung, saat diwawancarai Kumparan di lokasi aksi.
Dalam laporan mereka, tertera dugaan suap sebesar Rp70 miliar kepada eks pejabat MA Zarof Ricar. Tak hanya itu, terendus juga aliran dana Rp915 miliar dan 51 kg emas yang diduga sebagai "pelunasan perkara."
Lebih dari itu, aliansi juga menyoroti ketimpangan luas lahan HGU SGC yang tak pernah jelas. Versi mereka, antara 62.000 hingga 124.000 hektare, sebagian besar berada di wilayah adat Buay Aji dan kawasan konservasi.
“Negara ini bukan milik korporasi. Kami datang ke sini untuk membela tanah, air, dan masa depan rakyat Lampung yang lahannya diserobot dan suaranya dimatikan,” tambah Suhadi Romli, Ketua Pematank.
Desakan Tegas ke KPK Soal Dana CSR BI Rp1,6 Triliun
Tak hanya Kejagung, massa aksi juga menyambangi kantor KPK. Kali ini, mereka mengangkat kasus dugaan penyimpangan dana CSR Bank Indonesia senilai Rp1,6 triliun, yang menurut mereka diduga dialirkan ke yayasan fiktif dan digunakan untuk logistik kampanye.
“Ini bukan lagi sekadar dana sosial. Ini sudah jadi celengan politik. Sudah hampir setahun tidak ada tersangka. Apa yang sebenarnya sedang diselidiki?” ujar Indra lantang, dalam orasi di depan Gedung Merah Putih KPK.
Dalam orasi yang sama, disebut nama-nama politisi dari Dapil Lampung yang menurut aliansi perlu diperiksa. Di antaranya: Ela Siti Nuryamah (PKB), Marwan Cik Asan (Demokrat), dan Ahmad Junaidi Auly (PKS).
Mereka dituding terkait pengadaan ambulans kampanye, alat cetak logistik pemilu, dan penyaluran bantuan UMKM fiktif.
Ultimatum 14 Hari dan Ancaman Aksi Serentak
Sebelum membubarkan diri, aliansi memberikan ultimatum: KPK diberi waktu 14 hari untuk menetapkan tersangka. Jika tidak, aksi lanjutan akan digelar serentak di Jakarta dan Lampung.
“Kami akan kepung lagi KPK. Bukan untuk ribut, tapi untuk menagih keberanian kalian menegakkan hukum. Jangan kompromi dengan kekuasaan,” tegas Sudirman, salah satu koordinator aksi.
Aksi ini ditutup dengan penyerahan dokumen pengaduan resmi kepada perwakilan bagian pengaduan masyarakat KPK. Petugas menyatakan akan memproses laporan sesuai mekanisme internal lembaga.
SGC dan Dana CSR BI, Simbol Oligarki dan Politik Uang?
Kedua isu yang diangkat para aktivis Lampung hari itu menggambarkan irisan yang nyata antara kekuasaan ekonomi dan kekuasaan politik. SGC sebagai korporasi raksasa yang menguasai ribuan hektare lahan di Lampung, dan dana CSR BI sebagai aliran uang publik yang rentan disalahgunakan untuk kepentingan elektoral.
“SGC bukan raja yang kebal hukum, dan koruptor bukan wakil rakyat. Kami akan terus suarakan ini, sampai keadilan menang,” seru Indra, sebelum meninggalkan lokasi aksi. (*/vit)
Hak Jawab dan Hak Koreksi melalui email: jbnredaksi@gmail.com
- Pihak yang merasa dirugikan atas pemberitaan ini dapat mengajukan sanggahan/hak jawab.
- Masyarakat pembaca dapat mengajukan koreksi terhadap pemberitaan yang keliru.
Follow Instagram @jbnindonesia dan Fanspage JBN Indonesia